TAHU DIRI

Sepintas mendengar kata tahu diri mungkin agak biasa atau tanpa ada rasa berkesan bagi kita. Napun apa salahnya kita untuk mencoba mengetahui apa sebenarnya makna yang mendalam atas 2 suku kata tersebut. Tahu atau mengetahui diri sendiri sebenarnya amat sederhana, namun kebanyakan dari kita melalaikannya atau bahkan mengabaikannya. Dalam kehidupan bersosial/bermasyarakat, mau tidak mau pasti akan ada interaksi sosial. Baik berupa Pro dan Kontra, menguntungkan atau tidak. Pada saat saat seperti inilah kita amat membutuhkan kontrol diri, yakni dengan mengetahui posisi diri kita dari serangkaian interaksi sosial yang telah/akan kita lakukan.
Interaksi sosial lazimnya terdaji antara 2 orang manusia atau lebih yang kesemuanya akan lebih baik dan berkesan apabila di sertai dengan sikap yang dapat menempatkan diri pada tempatnya, bukan sikap yang lebih suka menjadikan diri sendiri sebagai sosok yang First, yang pertamakali harus diperhatikan, atau ingin menang sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala . Menegaskan bahwa tujuan diciptakan manusi dari jenis yang berbeda, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, tidak lain adalah agar manusia dapat saling berinteraksi dan bisa mengendalikan diri dalam setiappergaulan. Hal ini terdapat dalam surah Al Hujurat ayat 13 yang artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah subhanahu wa ta’ala ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dalam ayat ini juga di jelaskan juga bahwa insan yang paling mulia disisi Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang paling bertaqwa. Dengan kata lain, barometer kemuliaan seseorang adalah dari ketaqwaan mereka. Bukan dari harta, kedudukan, jabatan, atau kecerdasan. Semua manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Begitu juga implikasinya dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang timbul pertanyaan yang “aneh” dalam diri kita, yaitu siapa diri kita ini sebenarnya? Untuk apa kita dilahirkan di dunia ini? Mengapa Allah subhanahu wa ta’ala tidak menjadikan semua orang di dunia ini baik? Pertanyaan semacam ini terkadang muncul begitu saja dalam pikiran kita. Sebenarnya Allah subhanahu wa ta’ala telah menjawab hal-hal tersebuat dalam Alqur’an.
Manusia, berapapun usianya terkadang kurang mengenal jati diri mreka sebagai manusia, sebagai makhluq yang paling mulia. Diantara sekian banyak macam makhluq yang di ciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di jagad raya ini. Sebelum kita dilahirkan di dunia ini, kita secara tidak langsung telah “menandatangani” semacam MoU atau nota kesepakatan dengan Allah subhanahu wa ta’ala . Bahwa kita telah sanggup mengemban amanat sebagai manusia dari Allah subhanahu wa ta’ala . Sanggup untuk hidup di dunia yang fana ini dengan konsekwensi menjalankan sendi-sendi ajaran agama Allah subhanahu wa ta’ala yakni Dienul Islam.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah subhanahu wa ta’ala mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Begitulah tyerjemah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al A’raf Ayat 172. sekiranya kita dulu termasuk orang yang tidak menyetujui perjanjian tersebut,mungkin kita tidak akan dilahirkan dari rahim ibu kita atau tidak akan hidup di dunia ini.
Terkait pertanyaan selanjutnya, yakni tujuan hakiki hidup kita semua. Tujuan hidupini bukanlah sekedar mencari harta yang melimpah, mengejar kedudukan/jabatan setinggi-tingginya, mencari istri yang banyak dan cantik. Bukan, kesemuanya itu tidak ada harganya kelak dimata Allah subhanahu wa ta’ala. Tujuan-tujuan hidup yang bersifat keduniaan adalah amat hina. Tidak sebanding dengan apa yang kita dapatkan kelak di akhirat, tujuan akhir hidup ini. Allah subhanahu wa ta’ala . Berfirman dalan surah Adz Dzariyat : 56.
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Ayat ini menjelaskan bahwatujuan utama kehidupan, baik manusia ataupun jin, tidak lain hanyalah untuk beribadah/mengabdi kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Pencipta segala sesuatu. Yang tiada sesuatupun yang berhak disembah melainkanNya.
Hidup ini hanyalah sementara, yang tidak akan terulang yang keduakalinya. Kematian sudah pasti akan menjemput kita. Jadi untuk apa kita yang hidup di dunia hanya sementara ini, mengumbar nafsu, mencari harta dan kedudukan. Ingatlah, bahwa semua itu kelak ada hisab/pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala . Tidak ada manusia yang bisa lolos dari hari pertanggungjawaban itu.
Allah Swt. Menjadikan umat ini dari bermacam-macam suku bangsa, ras, bahkan agama. Lantas mengapa seluruh umat manusia tidak dijadikan seagama, atau sebangsa saja. Mengapa umat manusia di dunia ini harus terkotak-kotak oleh keadaan mereka yang lain bangsa, lain kepercayaan dan sebagainya. Jawabannya adalah agar setiap manusia di dunia ini berlomba-lomba dalam kebaikan dan dalam taqwa.

;;