Memulai aktifitas baru yang berkutat pada dunia anak-anak, sbenarnya aktifitas ini bukan baru. Tapi sudah lama menangani anak-anak, namun kali ini lain, kalo dulu anak yang ditangani terkesan urakan dan terkadang perlu tindakan tegas, kali ini anak-anaknya manja dan harus ekstra perhatian. Yeah, itulah anak-anak dengan segala tetek-bengeknya. Yang ini lah, yang itulah.
Setelah beberapa hari beradaptasi, akhirnya bisa juga Touch their Heart dan bisa agak menyatu dengan anak-anak tersebut. Canda dan tawa terkadang juga mewarnai untuk lebih jauh dengan tujuan yang pasti. Yaitu membiasakan Hafalan surat pendek. Bagaimanapun kata "Hafalan" adalah momok yang amat menakutkan bagi si kecil, tapi bukankah bisa itu karena terbiasa?? J.
Dibalik keluguan mereka, dan dengan beragamnya karakter dan kepribadian yang mereka miliki, seakan-akan terbaca apa yang mereka inginkan, apa yang ada dalam benak mereka. Tentu saja, tidak bisa di pungkiri, dunia mereka adalah dunia bermain yang apabila dunia itu di renggut dari kehidupan mereka, maka orang tua harus bersiap-siap atas keterlambatan kedewasaan mereka.
Berbagai media belajar yang penuh dengan nuansa permainan untuk anak-anak sangat dibutuhkan dibandingkan dengan cara belajar konvensional yang selama ini dijalankan. Secara umum, anak akan alergi dengan hal-hal yang bersifat disipliner dan memerlukan pemikiran yang dalam. Sebaliknya, anak akan secara otomatis familiar dengan hal-hal yang bersifat permainan meskipun sebenarnya itu memerlukan pemikiran yang dalam.
Kompetisi atau persaingan juga patut dipertimbangkan dalam dunia anak. Mereka akan termotifasi oleh keadaan teman sebaya mereka yang lebih unggul darinya. Sebaliknya, bagi mereka yang unggul tentu merasa takut akan tersusul oleh competitor-kompetitornya. Itulah beberapa kesimpulan awal selama bergelut dalam dunia anak-anak, semoga bermanfaat. Aamiin.

Nu'man bin Muzir raja Khairah keluar untuk berburu, dia memulai perjalanan dengan kudanya di dalam perburuan, kemudian dia terpisah jauh dari rombongannya, dia tersesat di padang pasir, lama sekali dia mencari tempat berlindung untuknya, akhirnya dia menemukan seorang laki-laki bernama Handolah beserta istrinya, kemudian Nu'man meminta keduanya makanan dan minuman dan mereka berdua mmempunyai seekor kambing, maka Handolah memberi minum Nu'man dari susu kambingnya, dan memberi makan Nu'man dari dagingnya. Keesokan harinya Nu'man memakai baju Handolah dan menaiki kudanya, kemudian Nu'man berkata kepada Handolah "mintalah imbalanmu, saya raja Nu'man." Handolah berkata: saya akan melakukannya, Insya Allah.
Kemudian Nu'man berangkat ke Hairoh. Dan setelah itu Handolah diam beberapa waktu sampai kemiskinan yang dahsyat dan kedaan yang buruk menimpanya. Istrinya berkata kepadanya: "seandainya engkau pergi ke raja niscaya akan lebih baik bagimu." Maka Handolah bepergian menuju Hairoh.

Zawjaty



احبك مثلما انتي

Uhibbuki mitsla maa anti

Aku mencintaimu apapun dirimu



احبك كيفما كنتي

Uhibbuki kaifa maa Kunti

Aku mencintaimu bagaimanapun keadaanmu



ومهما كان مهما صار

Wa mahmaa kaana mahmaa shooro

Apapun yang terjadi dan kapanpun



انتي حبيبتى انتي

Antii habiibatii anti

Engkaulah cintaku


Suara Hati

langkah gontai dalam mengarungi hari yang kian rumit, tersisa sebuah harapan yang hampir pudar. harapan untuk menanti sang mentari. adakah arti lain dari hidup ini selain menghambakan diri pada-Nya.. bukankah kita semua di takdirkan hanya untuk-Nya, bukankah itu tujuan utama kita. namun, duri-duri tajam yang menghadang datang silih berganti, yang kesemuanya dari dalam diri, menghadang seakan hamba ini tak di izinkan bersama-Nya, menjauhkan hamba pada-Nya.
akankah tujuan hidup nekandas hanya karena maslah itu. maslah yang "bisa" di selesaikan hanya dengan kesungguhan, ketekunan, dan kesabaran. wahai bidadariku... semoga Dia memberimu kesabaran dalam penantian yang amat panjang ini.

TAHU DIRI

Sepintas mendengar kata tahu diri mungkin agak biasa atau tanpa ada rasa berkesan bagi kita. Napun apa salahnya kita untuk mencoba mengetahui apa sebenarnya makna yang mendalam atas 2 suku kata tersebut. Tahu atau mengetahui diri sendiri sebenarnya amat sederhana, namun kebanyakan dari kita melalaikannya atau bahkan mengabaikannya. Dalam kehidupan bersosial/bermasyarakat, mau tidak mau pasti akan ada interaksi sosial. Baik berupa Pro dan Kontra, menguntungkan atau tidak. Pada saat saat seperti inilah kita amat membutuhkan kontrol diri, yakni dengan mengetahui posisi diri kita dari serangkaian interaksi sosial yang telah/akan kita lakukan.
Interaksi sosial lazimnya terdaji antara 2 orang manusia atau lebih yang kesemuanya akan lebih baik dan berkesan apabila di sertai dengan sikap yang dapat menempatkan diri pada tempatnya, bukan sikap yang lebih suka menjadikan diri sendiri sebagai sosok yang First, yang pertamakali harus diperhatikan, atau ingin menang sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala . Menegaskan bahwa tujuan diciptakan manusi dari jenis yang berbeda, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, tidak lain adalah agar manusia dapat saling berinteraksi dan bisa mengendalikan diri dalam setiappergaulan. Hal ini terdapat dalam surah Al Hujurat ayat 13 yang artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah subhanahu wa ta’ala ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dalam ayat ini juga di jelaskan juga bahwa insan yang paling mulia disisi Allah subhanahu wa ta’ala adalah yang paling bertaqwa. Dengan kata lain, barometer kemuliaan seseorang adalah dari ketaqwaan mereka. Bukan dari harta, kedudukan, jabatan, atau kecerdasan. Semua manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Begitu juga implikasinya dalam kehidupan sehari-hari, kadang-kadang timbul pertanyaan yang “aneh” dalam diri kita, yaitu siapa diri kita ini sebenarnya? Untuk apa kita dilahirkan di dunia ini? Mengapa Allah subhanahu wa ta’ala tidak menjadikan semua orang di dunia ini baik? Pertanyaan semacam ini terkadang muncul begitu saja dalam pikiran kita. Sebenarnya Allah subhanahu wa ta’ala telah menjawab hal-hal tersebuat dalam Alqur’an.
Manusia, berapapun usianya terkadang kurang mengenal jati diri mreka sebagai manusia, sebagai makhluq yang paling mulia. Diantara sekian banyak macam makhluq yang di ciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di jagad raya ini. Sebelum kita dilahirkan di dunia ini, kita secara tidak langsung telah “menandatangani” semacam MoU atau nota kesepakatan dengan Allah subhanahu wa ta’ala . Bahwa kita telah sanggup mengemban amanat sebagai manusia dari Allah subhanahu wa ta’ala . Sanggup untuk hidup di dunia yang fana ini dengan konsekwensi menjalankan sendi-sendi ajaran agama Allah subhanahu wa ta’ala yakni Dienul Islam.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah subhanahu wa ta’ala mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".
Begitulah tyerjemah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al A’raf Ayat 172. sekiranya kita dulu termasuk orang yang tidak menyetujui perjanjian tersebut,mungkin kita tidak akan dilahirkan dari rahim ibu kita atau tidak akan hidup di dunia ini.
Terkait pertanyaan selanjutnya, yakni tujuan hakiki hidup kita semua. Tujuan hidupini bukanlah sekedar mencari harta yang melimpah, mengejar kedudukan/jabatan setinggi-tingginya, mencari istri yang banyak dan cantik. Bukan, kesemuanya itu tidak ada harganya kelak dimata Allah subhanahu wa ta’ala. Tujuan-tujuan hidup yang bersifat keduniaan adalah amat hina. Tidak sebanding dengan apa yang kita dapatkan kelak di akhirat, tujuan akhir hidup ini. Allah subhanahu wa ta’ala . Berfirman dalan surah Adz Dzariyat : 56.
“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Ayat ini menjelaskan bahwatujuan utama kehidupan, baik manusia ataupun jin, tidak lain hanyalah untuk beribadah/mengabdi kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Pencipta segala sesuatu. Yang tiada sesuatupun yang berhak disembah melainkanNya.
Hidup ini hanyalah sementara, yang tidak akan terulang yang keduakalinya. Kematian sudah pasti akan menjemput kita. Jadi untuk apa kita yang hidup di dunia hanya sementara ini, mengumbar nafsu, mencari harta dan kedudukan. Ingatlah, bahwa semua itu kelak ada hisab/pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala . Tidak ada manusia yang bisa lolos dari hari pertanggungjawaban itu.
Allah Swt. Menjadikan umat ini dari bermacam-macam suku bangsa, ras, bahkan agama. Lantas mengapa seluruh umat manusia tidak dijadikan seagama, atau sebangsa saja. Mengapa umat manusia di dunia ini harus terkotak-kotak oleh keadaan mereka yang lain bangsa, lain kepercayaan dan sebagainya. Jawabannya adalah agar setiap manusia di dunia ini berlomba-lomba dalam kebaikan dan dalam taqwa.

Solidarity is Unity


Saat ini, alam sedang menjerit, merintih dengan dukanya akibat perbuatan-perbuatan makhluk bumi yang sewenang-wenang. Berbuat semaunya tanpa memikirkan sesama. Penindasan. pengintimidasian, persengketaan terjadi dimana-mana. Bahkan yang tak kalah ngerinya adalah yang saat ini melanda Lebanon. Israel dengan congkaknya memuntahkan nuklir hingga memporak-porandakan Lebanon. Sadarkah bahwa dunia ini bukan milik manusia?
Lalu, bagaimanakah reaksi masyarakat Indonesia ketika mendengar Lebanon kini tinggal puing-puing berserakan? Apa yang bisa dilakukan muslim Indonesia ketika melihat Lebanon dibombardir????. Apa jadinya, andai Indonesia yang menjadi victim (korban) kebuasan Israel?? Masihkah kita terdiam sambil membusungkan dada tanpa tidak mau peduli sama sekali?

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam mengubah wajah dunia, terutama dunia Islam, ke arah yang lebih damai, sejahtera, dan adil. Kaum muslimin seharusnya mampu menciptakan perdamaian dalam masyarakat dimana mereka hidup. Islam merupakan agama ‘peace love’ (cinta damai). Ini berarti, perdamaian harus terus dipromosikan, ditingkat keluarga, masyarakat, negara, bahkan di tingkat global,. Perdamaian akan melahirkan situasi kondusif bagi umat Islam untuk maju. Seyogianya umat Islam mampu mengatasi masalah dunia, bukan pembuat masalah.
Abdullah Ahmad Badawi - ketua OKI yang juga PM Malaysia - dalam konferensi International Conference of Islamic Scholars (ICIS), mengatakan, ia melihat hubungan Islam dan Barat yang bisa menjurus ke arah yang lebih buruk, karena ulah manusia, bukan karena takdir. Sebagai muslim, menurut Badawi, kita harus mengambil bagian dalam memulihkan keretakan di antara ummah melalui kata dan perbuatan bahwa Islam adalah agama moderat, yang menolak ekstremisme, fanatisme, terutama terorisme. Kita harus tegakkan solidaritas, bangun pendidikan yang memperkuat nilai-nilai pengertian, toleransi, dan dialog sesuai ajaran Islam. Selanjutnya, menurut beliau, muslim yang benar adalah yang menegakkan keadilan, melawan tirani, mengupayakan kebebasan dan ketertindasan, terhormat, dan jujur, serta yang universal dan inklusif dalam kata dan perbuatan, jangan ekslusif. Muslim di mana pun yang berusaha hidup berdasarkan ajaran Islam, mempraktekan moderasi, nilai-nilai universal Islam dalam Al-Qur’an, adalah pemenang.

Dialog antara Islam dan Barat tak akan berhasil bila tidak diikuti aksi-aksi nyata. Tidak hanya harus melahirkan saling pengertian, tapi juga harus membetulkan yang salah. Itu bisa bermakna me-review sejumlah kebijakan domestik yang tidak adil, dan pada level global mengkaji ulang kebijakan yang menyebabkan ketidakadilan terhadap orang atau negara lain. Kita harus menerapkan nilai-nilai Islam untuk memecahkan persoalan umat manusia saat ini. Hal tersebut meliputi upaya memajukan penghormatan HAM, demokratisasi, pendidikan, kesehatan, dan pemberantasan korupsi serta perang terhadap produksi dan peredaran narkoba. Sehingga akan muncul keseimbangan di dunia internasional dalam memandang dan memahami Islam. Di sisi lain, kaum muslimin sendiri sebenarnya memilki kapasitas dan kompetensi untuk menangani berbagai tantangan berat untuk membumikan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, penebar rahmat bagi alam semesta. Bukan hanya rahmat bagi pribadi atau kepentingan golongannya saja.
Umat Islam yang moderat ialah yang memelihara solidaritas antar sesama muslim, dan selalu mendukung pihak yang lemah demi kemanusiaan dan perdamaian. Umat Islam harus berusaha menyatukan sumber daya, terutama sumber keuangan dan membangun hubungan lebih erat, serta menigkatkan solidaritas antara umat Islam dan dunia.
Sebetulnya, masih banyak kebajikan Islam yang perlu kita tebarkan, masih banyak kasih dan perdamaian yang perlu kita perkenalkan.

Ketika Uang Dituhankan

Indonesia, terkenal dengan kepadatan populasi penduduknya, hampir 250 juta jiwa lebih.
Lantas, apakah ini berarti di setiap daerah semakin padat dan sumpek sehingga tidak ada sedikit pun ruang untuk bergerak?
Tidak!! Indonesia masih punya banyak stock daerah kekuasaan dan kekayaan yang berlimpah. Lalu apa hubungan statement ini dengan judul diatas.
Tunggu dulu, jangan tergesa-gesa bung! Israel masih sibuk dengan Lebanon-nya dan belum ingin membombardir negara kita.
Mungkin, menjadi suatu ‘kebanggaan’ Indonesia meraih peringkat negara dengan populasi terbanyak, setelah juara satunya diraih oleh China (bangga jugakah anda ???).
Tapi, apakah menjadi suatu ‘kebanggaan’, ketika Indonesia meraih prestasi sebagai negara korupsi dengan ‘indeks’ yang demikian tinggi? Andaikan saya penerima ‘medali’ coruption award, tanpa pikir panjang akan saya masukkan kedalam strongbox (brankas ; lemari besi) dan saya lempar jauh-jauh ke dasar laut.
Indonesia memang kaya. Kaya dengan SDA-nya, kaya dengan penduduknya. Namun ironisnya, masyarakat Indonesia tidak bisa memanfaatkan ‘kekayaannya’ itu. Dan bahkan mereka mengambil jalan tikus (baca ; jalan pintas) dengan melakukan ‘malpraktek’ dalam menjemput livelihood (nafkah) dari-Nya. Seperti praktek perdukunan, pesugihan, ngepet, sogok-menyogok, dan aksi menjijikkan menikmati korupsi.
Ketika uang menjadi begitu sakral, dan mengubah orang menghambakan diri padanya, dengan siang-malam-nya dihabiskan untuk memburu lembar demi lembar benda ini, sehingga jatuh dalam keasyikan hidup diluar koridor Rabb-nya, “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.” Q.S Ad-Dzariyat : 56. Ketika orang tua menginstal (baca : memasang) program pada memori anaknya, berupa kewajiban nilai sempurna disekolah mereka, ketika tujuan terakhir pendidikan adalah meraih pekerjaan dengan gaji selangit (kalau bisa sebumi sekalian), ketika bahagia senilai dengan kaya harta dan mobil mewah.
Akhirnya inflasi nilai hidup-pun menjadi begitu tinggi.Tak ayal manusia jatuh pada kebingungan, ngapain lagi hidup ini??
Banyak remaja yang lari ke narkoba, banyak manusia menjadi depresi, banyak orang tua yang bunuh diri. Mereka bingung tak bisa menemukan jawaban sebenarnya kenapa mereka hidup, apa sebetulnya tujuan hidup ini, dan bingung tak bisa menemukan jati dirinya.
Mereka sungguh lupa akan esensi visi hidupnya di dunia ini. Di sisi lain, ilmu-ilmu agama untuk bekal di akherat kelak, mengalami degradasi (hanya sebagai pelajaran sekolah untuk mengatrol nilai murid). Nafkah dicari tanpa etika, ‘sikut kiri-sikut kanan’. Dan yang lebih tragis, banyak yang menjual iman dan keikhlasannya hanya demi sebungkus mie instan atau sesuap nasi.
Rezeki ternyata sudah ditentukan oleh Allah di atas kepala kita, tinggal bagaimana usaha dan upaya kita untuk menjemputnya,“Dan tidak ada satupun makhluk (bernyawa) di muka bumi melainkan Allah-lah yang menjamin rezekinya, dan dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).”QS. Hud : 6.
Sekarang, bergunakah berebut harta setelah tahu bahwa rezeki manusia telah dijatah (baca : ditentukan ) oleh Allah swt.
Walhasil, survey membuktikan bahwa masyarakat dunia, wa bil khusus Indonesia, terlalu gampang terbuai kebahagiaan (baca : kenikmatan) duniawi melalui uang, dan melupakan kebahagian absolut alam yang kekal, yakni alam akherat.
Dalam Al-Qur’an, Allah Swt menerangkan bahwa harta dan anak-anak kita adalah fitnah atau cobaan. Yang dalam kondisi apapun seyogianya kita tidak terjerumus dalam sifat-sifat materialisme dan berorientasi pada kehidupan dunia semata.
Sangat sulit memang untuk memberantas praktek korupsi, perdukunan, dan sebagainya. Butuh waktu yang tidak sebentar, jauh lebih panjang dari Rencana Pemangunan Jangka Panjang (Repelita)-nya Soeharto dulu. Mungkin hanya ada satu solusi ketika uang dituhankan. Yaitu, mengimplementasikan prinsip-prinsip ajaran tasawuf yang sarat dengan pembenahan akhlak ke dalam kehidupan kontesktual. Tetapi bukan sufi yang lari dari kenyataan,

;;